Islam merupakan agama yang
telah diturunkan Allah sebagai agama akhir zaman dan paling sempurna.
Allah berfirman dalam Surah Al Maidah :
“… Pada hari ini
telah kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah kucukupkan nikmatKu
kepadamu, dan telah Kuridhai Islam menjadi agamamu ….” (Al Maidah:3).
Ayat ini mengindikasikan bahwa hanya
Islam yang diridhai sebagai agama Allah dan Islam telah sempurna tanpa
perlu tambahan dan pengurangan. Al Quran, sebagai sumber hukum Islam
yang utama, telah Allah turunkan pada KhalilNya yang mulia, Muhammad
Rasulullah dalam rangka menyelamatkan umat manusia dari gelap kesesatan
menuju cahaya. Al Quran dengan demikian telah menjadi Kitab petunjuk dan
bimbingan menuju jalan lurus yang menjamin kebaikan dunia dan akhirat.
Hanya saja, Al Quran bukanlah kitab
tentang disiplin ilmu ataupun ensiklopedi teknologi, hingga kita harus
merujukkan setiap teori ilmu baru padanya serta memeriksakan setiap
teknologi baru padanya seperti yang telah dilakukan sebagian orang atau
cendekiawan.Bahkan terkadang mereka datang dengan ekspresi keheranan
yang tidak pernah terlintas dalam pikirannya sedikitpun.Begitu mendengar
teori ilmiah baru, mereka selalu berusaha menyeret nyeret ayat Al Quran
untuk mendalilinya dan menguliti kandungannya tanpa melihat aspek
signifikansi ayat tersebut. Mungkin, mereka pikir hal tersebut adalah
salah satu cara dalam mengembangkan tafsir Al Quran dan memajukan Islam.
Padahal kenyataannya, teori teori ilmiah selalu mengalami
perubahan.Satu teori digugurkan dan muncul teori baru.Pendapat baru
muncul menggantikan pendapat lama.Hal ini justru dapat menjebak umat
Islam pada lubang yang telah mereka gali sendiri.Bila hal seperti ini
terjadi, tanpa disadari mereka telah melakukan tudingan paradoks pada
Kitab dan Firman Allah Jalla Jalaluh.Hal ini mustahil, sebab Kitab Allah
kekal, tidak berubah, dan memiliki kebenaran mutlak.Kitab Allah juga
tidak berganti hanya untuk menyesuaikan dengan setiap teori dan
mendukung tiap gagasan.Ia adalah kitab kebenaran yang tidak akan
tersusupi kebatilan dari sisi manapun.
ALQuran bukanlah kitab disiplin ilmu
sains ataupun ensiklopedi teknologi,namun dalam Al Quran telah
diisyaratkan beberapa hakikat hukum alam sekaligus mendorong manusia
untuk melakukan pengamatan dan perenungan terhadap alam sebagai sarana
untuk menunjukkan keagungan ciptaan Allah sekaligus kebesaran
Penciptanya. Apa yang diisyaratkan Allah adalah kebenaran dan selamanya
tidak akan mungkin bertentangan dengan hakikat ilmiah yang telah dapat
dibuktikan dengan pasti oleh penelitian.
Al Quran juga membimbing umat Islam pada
metode yang tepat guna dalam melakukan penelitian ilmiah yang akan
mengantarkan pada hakikat ilmu. Al Quran juga telah meletakkan dasar
metodologi ilmiah yang tepat bagi umat Islam, yaitu yang berlandaskan
pada pengamatan, penyelidikan, dan optimalisasi pemikiran. Allah
berfirman:
“Katakanlah : Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi” (QS Yunus 101)
“Dan di bumi itu
terdapat tanda tanda (Kekuasaan Allah) bagi orang orang yang yakin; dan
juga pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan”(QS Adz
Dzariyat 20-21)
Pengamatan yang jeli dan mendalam serta
optimalisasi pemikiran merupakan kunci kemajuan dan keterbukaan yang
akan membukakan cakrawala ilmu dan mengeluarkan buah manfaatnya bagi
manusia. Aktivitas inilah yang dianjurkan oleh Allah Rabbul Alamin dan
juga telah dilakukan oleh kaum Salafush Sholeh.
Dengan demikian, dapat dikatakan Al Quran telah
memberikan kunci pengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu.Al Quran tidak
bisa dituntut macam-macam dan memang bukan itulah tujuannya diturunkan,
untuk menyajikan di hadapan kita rincian sains yang beragam beserta
bagian bagian mikronya yang berlimpah ruah. Cukuplah kiranya Al Quran
menghancurkan belenggu yang merintangi akal, mengangkat hijab penghalang
yang menutupinya, lalu mendorong akal untuk bertolak tak terbatas
mengisi medan aktivitasnya sepanjang masih dalam koridor syariat.
Pandangan Al-Qur’an tentang ilmu dan
teknologi dapat diketahui prinsip-prinsipnya dari analisis wahyu pertama
yang diterima oleh Nabi Muhammad Saw.
“Bacalah dengan menyebut
nama Tuhan-Mu yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari
‘alaq.Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia
dengan pena, mengajar manusia yang tidak diketahuinya. (Q.S. Al-Alaq, 96:1-5).
Iqra’ terambil dari kata yang berarti
menghimpun.Dari menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan,
menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik
teks tertulis maupun tidak.
Wahyu pertama itu tidak menjelaskan apa
yang harus dibaca, karena Al-Qur’an menghendaki umatnya membaca apa saja
selama bacaan tersebut Bismi Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk
kemanusiaan. Iqra’ berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah
ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah, maupun diri
sendiri yang tertulis maupun yang tidak.Alhasil, obyek perintah iqra’
mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya. Selanjutnya, dari
wahyu pertama Al-Qur’an diperoleh isyarat bahwa ada dua cara perolehan
dan pengembangan ilmu, yaitu Allah mengajar dengan pena yang telah
diketahui manusia lain sebelumnya, dan mengajar manusia (tanpa pena)
yang belum diketahuinya. Cara pertama mengajar dengan alat atau atas
dasar usaha manusia.Cara kedua dengan mengajar tanpa alat dan tanpa
usaha manusia.Walaupun berbeda, keduanya berasal dari satu sumber, yaitu
Allah SWT.
Setiap pengetahuan memiliki subyek dan
obyek.Secara umum subyek dituntut peranannya untuk memahami obyek. Namun
pengalaman ilmiah menunjukkan bahwa obyek terkadang memperkenalkan diri
kepada subyek tanpa usaha sang subyek. Misalnya komet Halley yang
memasuki cakrawala hanya sejenak setiaap 76 tahun.Pada kasus ini,
walaupun para astronom menyiapkan diri dengan peralatan mutakhirnya
untuk mengamati dan mengenalnya, sesungguhnya yang lebih berperan adalah
komet itu dalam memperkenalkan dirinya. Wahyu, ilham, intuisi, firasat
yang diperoleh manusia yang siap dan suci jiwanya, atau apa yang diduga
sebagai “kebetulan” yang dialami oleh ilmuwan yang tekun, semuanya tidak
lain kecuali bentuk-bentuk pengajaran Allah yang dapat dianalogikan
dengan kasus komet di atas. Itulah pengajarah tanpa qalam yang
ditegaskan oleh wahyu pertama Al-Qur’an tersebut.
Ilmu
Kata ilmu dengan berbagai bentuknya
terulang 854 kali dalam Al-Qur’an. Kata ini digunakan dalam arti proses
pencapaian pengetahuan dan obyek pengetahuan. ‘Ilm dari segi
bahasa berarti kejelasan.Ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang
sesuatu.Sekalipun demikian, kata ini berbeda dengan ‘arofa (mengetahui), ‘arif (yang mengetahui), dan ma’rifah (pengetahuan).
Menurut pandangan Al-Qur’an seperti diisyaratkan oleh wahyu pertama, ilmu terdiri dari dua macam.Pertama ‘ilm laduni, seperti diterangkan oleh Al-Qur’an surat al-Kahfi, 18:65.
“Lalu mereka (Musa dan
muridnya) bertemu dengan seorang hamba dari hamba-hamba Kami, yang telah
Kami anugrahkan kepadanya rahmat dari sisi Kami dan telah Kami ajarkan
kepada ilmu dari sisi Kami”.
Kedua, ilmu yang diperoleh karena usaha manusia dinamai ‘ilm kasbi.Ayat-ayat ‘ilm kasbi jauh lebih banyak dari pada yang berbicara tentang ilmu laduni.
Pembagian ini disebabkan karena dalam
pandangan Al-Qur’an terdapat hal-hal yang “ada” tetapi tidak dapat
diketahui melalui upaya manusia sendiri. Ada wujud yang tidak tampak,
sebagaimana ditegaskan berkali-kali oleh Al-Qur’an, antara lain
firman-Nya:
“Aku bersumpah dengan yang kamu lihat dan yang kamu tidak lihat”. (Q.S. Al-Haqqah, 69:38-39).
Dengan demikian, obyek
ilmu meliputi materi dan non materi.Fenomena dan non-fenomena, bahkan
ada wujud yang jangankan dilihat, diketahui manusia pun tidak.
“Dia menciptakan apa yang tidak kamu ketahui”. (Q.S. Al-Nahl, 16:8).
Dari sini jelas pula bahwa pengetahuan manusia amatlah terbatas, karena itu wajar sekali Allah menegaskan.
“Kamu tidak diberi pengetahuan kecuali sedikit”. (Q.S. Al-Isra’, 17:85).
Teknologi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teknologi diartikan sebagai “kemampuan teknik yang berlandaskan pengetahuan ilmu, eksakta dan berdasarkan proses teknis”.
Teknologi adalah ilmu atau cara tentang menerapkan sains untuk
memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan manusia. Menelusuri
pandangan Al-Qur’an tentang teknologi, mengundang kita untuk menengok
sekian banyak ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang alam raya.Menurut
sebagian ulama, terdapat sekitar 750 ayat Al-Qur’an yang berbicara
tentang alam materi dan fenomenanya, dan memerintahkan manusia untuk
mengetahui dan memanfaatkan alam ini.Secara tegas Al-Qur’an menyatakan
bahwa alam raya diciptakan dan ditundukkan Allah untuk menusia.
“Dan Dia menundukkan untuk kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai anugrah) dari Nya”. (Q.S. Al-Jatsiyah, 45:13).
Jadi, dapatkan dikatakan bahwa teknologi
merupakan sesuatu yang dianjurkan oleh Al-Qur’an.Sebelum menjawab
pertanyaan, ada dua catatan yang perlu diperhatikan.
Pertama, ketika Al-Qur’an berbicara
tentang alam raya dan fenomenanya, terlihat secara jelas bahwa
pembicaraannya selalu dikaitkan dengan kebesaran dan kekuasaan Allah
SWT.Misalnya uraian Al-Qur’an tentang kejadian alam.
“Apakah orang-orang kafir
tidak mengetahui bahwa langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah satu
yang padu, kemudian Kami (Allah) pisahkan keduanya, dan dari air Kami
jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapa mereka tidak juga
beriman?”. (Q.S. Al-Anbiya, 27:30).
Ayat ini dipahami oleh banyak ulama kontemporer sebagai isyarat tentang teori Big Bang (Ledakan
Besar) yang mengawali terciptanya langit dan bumi. Para pakar boleh
saja berbeda pendapat tentang makna ayat tersebut, atau mengenai proses
terjadinya pemisahan langit dan bumi. Yang pasti, ketika Al-Qur’an
berbicara tentang kekuasaan dan kebesaran Allah, serta keharusan beriman
kepada-Nya.Ini berarti sains dan hasil-hasilnya harus selalu
mengingatkan manusia terhadap kehadiran dan kemahakuasaan Allah SWT,
selain juga harus memberi manfaat bagi kemanusiaan, sesuai dengan
prinsip bismi rabbik.
Kedua, Al-Qur’an sejak dini memperkenalkan istilah sakhara yang
maknanya bermuara pada kemampuan meraih dengan mudah dan sebanyak yang
dibutuhkan segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan dari alam raya melalui
keahlian di bidang teknik.Ketika Al-Qur’an memilih kata sahkara yang
arti harfiahnya menundukkan atau merendahkan, maksudnya adalah agar alam
raya dengan segala manfaat yang dapat diraih darinya harus tunduk dan
dianggap sebagai sesuatu yang posisinya berada di bawah manusia.
Dan kedua catatan yang dikemukakan di
atas dapat disimpulkan bahwa teknologi dan hasil-hasilnya disamping
harus mengingatkan manusia kepada Allah, juga harus mengingatkan bahwa
manusia adalah khalifah yang kepadanya tunduk segala yang berada di alam
raya ini. Salah satu cabang teknologi yang berkembang pesat saat ini
adalah ilmu aeronautika.
Aeronautika Era Milenium, Refleksi Afiliasi Surat Ar Rahman
Aeronautika (dari bahasa Yunani ὰήρ āēr yang berarti “udara” dan ναυτική nautikē yang berarti “navigasi di udara”) adalah ilmu yang terlibat dalam pengkajian, perancangan, dan pembuatan mesin-mesin berkemampuan terbang, atau teknik-teknik pengoperasian pesawat terbang dan roket di atmosfer. Meski pada mulanya istilah ini bermakna harfiah “berlayar di udara”, semata-mata hanya dirujuk sebagai ilmu pengoperasian
pesawat terbang, kini aeronautika memiliki perluasan cakupan dengan
menyertakan teknologi, bisnis, dan aspek-aspek lain yang berkaitan
dengan pesawat terbang.
Salah satu bagian penting dalam aeronautika adalah sebuah cabang dari ilmu fisika yang disebut aerodinamika, yang membidangi pergerakan udara dan cara udara tersebut berinteraksi dengan benda-benda bergerak, seperti persawat terbang. Istilah “aviasi”
kadang-kadang saling dipertukargunakan dengan aeronautika, kendati
“aeronautika” melibatkan pesawat yang lebih ringan dari udara seperti kapal udara, dan meliputi kendaraan balistik yang tidak dibahas oleh “aviasi”.
“Hai jama`ah jin dan
manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi,
maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan
kekuatan. (QS. Arrahman / 55 : 33).
Ayat ini menyeru jin dan manusia jika
mereka sanggup menembus, melintasi penjuru langit dan bumi karena takut
akan siksaan dan hukuman Allah, mereka boleh mencoba melakukannya,
mereka tidak akan dapat berbuat demikian. Demikian mereka tidak
mempunyai kekuatan sedikit pun dalam menghadapi kekuatan Allah Subhanahu
wa Taala.
Menurut sebagian ahli tafsir, pengertian -Sultan- pada ayat
ini adalah ilmu pengetahuan.Hal ini menunjukkan bahwa dengan ilmu
pengetahuan / teknologi manusia dapat menembus ruang angkasa.http://pa-nurulquran.blogspot.com/
(Gambar contoh Aeronautika)
(Dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka) untuk memerangi mereka (kekuatan
apa saja yang kalian sanggupi) Rasulullah saw. menjelaskan, bahwa yang
dimaksud dengan kekuatan adalah ar-ramyu atau pasukan pemanah.
Demikianlah menurut hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (dan dari
kuda-kuda yang ditambat) lafal ribath berbentuk mashdar, artinya
kuda-kuda yang sengaja disediakan untuk berperang di jalan Allah (untuk
membuat takut) kalian membuat gentar (dengan adanya persiapan itu musuh
Allah dan musuh kalian) artinya orang-orang kafir Mekah (dan orang-orang
yang selain mereka) terdiri dari orang-orang munafik atau orang-orang
Yahudi (yang kalian tidak mengetahuinya sedangkan Allah mengetahuinya.
Apa saja yang kalian nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalaskan
kepada kalian dengan balasan yang cukup) yakni pahalanya (dan kalian
tidak akan dianiaya) tidak akan dikurangi sedikit pun dari pahala
kalian.
Teknologi penerbangan beserta seluruh turunannya seperti teknologi
roket untuk membawa manusia hingga ke ruang angkasa wajib dikembangkan
karena ini dapat merupakan faktorpenentu dalam jihad fisabilillah.Dengan motivasi ideologis yang kuat, teknologi aeronautika pasti dengan cepat dapat dikuasai kembali oleh kaum muslimin.Motif ideologis harus menjadi motif utama, baru setelahnya motif ekonomis dan sains.Tanpa motif ideologis, teknologi bahkan industry pesawatterbang yang telah dimiliki dapat dengan mudah digadaikan atau dijual ke asing demi membayar utang luar negeri yang tidak seberapa. Dan karena ketiadaan orang Islam yang ideologis, kini ribuan ahli-ahli aeronautika muslim terpaksa berkarier di Negara-negara kafir penjajah, dan secara tak langsung ikut menciptakan mesin-mesin terbang yang membunuhi anak-anak kaum muslimin di Palestina, Iraq atau Afganistan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar