Senin, 23 Juni 2014

HIKMAH

Tidak ada komentar:

( HIKMAH ) EMAS MENCUKUPI KEBUTUHAN UMAT MANUSIA

Diciptakannya emas dan perak oleh Allah menurut Imam Ghazali adalah agar emas dan perak ini digunakan sebagai hakim atau timbangan yang adil untuk menilai barang-barang dalam bermuamalah. Hal ini sejalan dengan banyaknya ayat-ayat al-Quran yang memerintahkan kita untuk menegakkan timbangan atau neraca yang berarti juga menegakkan keadilan.

Kalau kita diperintahkan untuk menegakkan timbangan atau bermuamalah secara adil, dan untuk ini dibutuhkan emas atau perak – maka pastilah Allah menyediakannya secara cukup di muka bumi.

Berdasarkan data dari World Gold Council (WGC), sampai akhir tahun lalu tersedia sekitar 170,000 ton emas di seluruh permukaan bumi (cadangan di dalam bumi belum dihitung). Lebih dari separuhnya untuk perhiasan (51%), sedangkan yang dipakai sebagai cadangan di bank-bank sentral seluruh dunia hanya 18 % hampir sama dengan jumlah emas untuk investasi yang sampai 17%.

Stock emas

Data lain dari Gold Sheet Link menunjukkan bahwa selama sekitar 170 tahun terakhir trend ketersediaan emas di permukaan bumi meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk bumi. Bahkan ketersediaan emas per kapita dunia cenderung naik dari 0.50 ounces/ kapita pertengahan abad 19 ; menjadi sekitar 0.75 ounces/kapita dasawarsa ini.

Data-data tersebut sebenarnya menunjukkan bahwa emas sangatlah cukup untuk digunakan sebagai alat bermuamalah atau uang yang adil bagi seluruh penduduk bumi kapanpun dan dimanapun. Hanya keserakahan manusia yang membuatnya seolah emas tidak pernah cukup.

Emas hanya akan cukup digunakan sebagai uang yang adil apabila kondisi masyarakatnya mematuhi aturan penggunaan emas ini secara menyeluruh. Dimana aturan ini adanya ?. Hanya syariat Islam-lah yang memiliki aturan sangat rinci mengenai penggunaan emas ini; coba perhatikan contoh-contoh berikut :

1. Kaum lelaki dalam Islam dilarang menggunakan perhiasan emas; dari grafik diatas menujukkan bahwa emas yang digunakan sebagai perhiasan saat ini sudah 51 % dari seluruh emas yang ada. Pelarangan laki-laki menggunakan emas sebagi perhiasan akan berdampak berkurangnya proporsi emas perhiasan, dan menyisakan lebih banyak emas untuk uang.

2. Pelarangan emas digunakan untuk tempat makan minum, juga akan membuat emas lebih banyak tersedia sebagai uang.

3. Larangan disertai ancaman yang sangat berat adalah menimbun emas dan perak. Karena kalau emas ditimbun, maka berapapun adanya di permukaan bumi tidak akan pernah cukup.

4. Perintah agar harta selalu berputar (Al Hasyr :7) adalah kuncinya; kalau emas ini bisa benar-benar berputar (karena tidak ditimbun dan tidak juga di-riba-kan) -maka jumlah tidaklah menjadi masyalah. Sedikit yang berputar akan cukup, sebaliknya sebanyak apapun yang ditimbun atau di-riba-kan tidak akan pernah cukup.

Inilah mengapa rezim emas paska Kekhalifahan seperti Bretton Woods gagal dan akan selalu gagal karena hanya menggunakan emas sebagai standar tidak akan pernah cukup memenuhi keserakahan manusia.

Pada hakikatnya, standar emas dan perak adalah sistem moneter yang mendominasi selama ratusan tahun. Kami paparkan hal itu di dalam laporan dan kami jelaskan bahwa tingkat deflasi dan inflas selama periode penerapan standar emas itu sangat sangat kecil. Hal itu memberikan iklim yang lebih stabil dari situasi pada periode penerapan sistem fiat money. Sejak Amerika Serikat mengeluarkan dunia dari sistem Breeton Woodz pada tahun 1971, dimana setelah Breeton Woodz semua mata uang terikat dengan emas melalui dolar Amerika, maka harga emas dalam dolar AS meningkat tajam dari USD 35 menjadi USD 1600 per ons. Ini menjelaskan sejauh mana penurunan nilai mata uang kertas (fiat money). Hal itu bisa dinilai sebagai pencurian secara sistematis atas kekayaan masyarakat awam. Tidak ada sebab yang bisa menghalangi kembalinya standar emas secara global kecuali sistem moneter rusak yang diterapkan saat ini. Pasca krisis finansial/perbankan saat ini, secara riil kemungkinan kembalinya lagi standar emas itu kuat sebab tidak ada solusi yang bisa dijadikan sandaran untuk permasalahan-permasalahan moneter selain standar emas.

Emas hanya cukup apabila syariat yang mengaturnya ditegakkan; dan hanya Islam yang memiliki syariat ini. Jadi sesungguhnya hanya Islam yang memiliki solusi komprehensif untuk mengatasi gunjang-ganjingnya keuangan dunia saat ini.

Islam tidak mungkin diterapkan secara parsial. Sebab Islam tidak menerima penerapan parsial dan sebagian yang lain ditinggalkan. Hal itu sesuai firman Allah SWT:

وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ

dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. (QS al-Maidah [5]: 49)

Ketika kita mengkaji berbagai permasalahan di dunia Islam, kita menemukan bahwa hal itu muncul dari tidak adanya penerapan syariah, khususnya dalam perkara pemerintahan dan ekonomi sangat sulit. Penerapan kembali standar emas dan perak dalam moneter akan menjadi hal yang subtsansial bagi pemulihan stabilitas di dalam perekonomian dan hal itu akan memberikan kepercayaan untuk warga, negara, pengusaha dan para pelaku ekonomi. Ketika Daulah Islamiyah kembali (dalam waktu dekat atas izin Allah) akan ada sejumlah perubahan. Karena itu wajib bagi kita untuk tidak terjerumus dalam perangkap upaya penerapan gradual untuk Islam. Khususnya, pengadopsian standar back up emas untuk mata uang itu akan menjadi unsur penting yang membedakan Sistem Ekonomi Islam dari sistem positif produk manusia lainnya. Tidak adanya penerapan model ini membuat Sistem Islam kehilangan ciri khas (fitur) penting.

Ini pekerjaan besar sekali dan bisa jadi akan memakan waktu yang panjang – diluar batas usia kita; namun pekerjaan ini harus dimulai. Mulai dari diri kita, dengan apa yang kita bisa. Wallahu A’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

petunjuk arah

 
back to top