Selasa, 24 Juni 2014

Menyatuni anak yatim

Tidak ada komentar:

Dari Sahl bin
Sa’ad radhiallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« ﺃَﻧَﺎ ﻭَﻛَﺎﻓِﻞُ ﺍﻟْﻴَﺘِﻴﻢِ ﻓِﻰ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ﻫﻜَﺬَﺍ ‏» ﻭﺃﺷﺎﺭ ﺑﺎﻟﺴﺒﺎﺑﺔ
ﻭﺍﻟﻮﺳﻄﻰ ﻭﻓﺮﺝ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﺷﻴﺌﺎً
“Aku dan orang yang menanggung anak yatim
(kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta agak
merenggangkan keduanya [1] .
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya
keutamaan dan pahala orang yang meyantuni
anak yatim, sehingga imam Bukhari
mencantumkan hadits ini dalam bab:
keutamaan orang yang mengasuh anak yatim.
Beberapa faidah penting yang terkandung
dalam hadits ini:
Makna hadits ini: orang yang
menyantuni anak yatim di dunia akan
menempati kedudukan yang tinggi di
surga dekat dengan kedudukan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
[2] .
Arti “menanggung anak yatim” adalah
mengurusi dan memperhatikan semua
keperluan hidupnya, seperti nafkah
(makan dan minum), pakaian,
mengasuh dan mendidiknya dengan
pendidikan Islam yang benar [3] .
Yang dimaksud dengan anak yatim
adalah seorang anak yang ditinggal oleh
ayahnya sebelum anak itu mencapai
usia dewasa [4] .
Keutamaan dalam hadits ini belaku bagi
orang yang meyantuni anak yatim dari
harta orang itu sendiri atau harta anak
yatim tersebut jika orang itu benar-
benar yang mendapat kepercayaan
untuk itu [5] .
Demikian pula, keutamaan ini berlaku
bagi orang yang meyantuni anak yatim
yang punya hubungan keluarga
dengannya atau anak yatim yang sama
sekali tidak punya hubungan keluarga
dengannya[6] .
Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan sehubungan dengan
mengasuh anak yatim, yang ini sering
terjadi dalam kasus “anak angkat”,
karena ketidakpahaman sebagian dari
kaum muslimin terhadap hukum-hukum
dalam syariat Islam, di antaranya:
1. Larangan menisbatkan anak angkat/anak
asuh kepada selain ayah kandungnya,
berdasarkan firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala :
{ ﺍﺩْﻋُﻮﻫُﻢْ ﻟِﺂَﺑَﺎﺋِﻬِﻢْ ﻫُﻮَ ﺃَﻗْﺴَﻂُ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻓَﺈِﻥْ ﻟَﻢْ ﺗَﻌْﻠَﻤُﻮﺍ
ﺁَﺑَﺎﺀَﻫُﻢْ ﻓَﺈِﺧْﻮَﺍﻧُﻜُﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪِّﻳﻦِ ﻭَﻣَﻮَﺍﻟِﻴﻜُﻢْ }
“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu)
dengan (memakai) nama bapak-bapak
(kandung) mereka; itulah yang lebih adil di sisi
Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-
bapak mereka, maka (panggilah mereka
sebagai) saudara-saudaramu seagama dan
maula-maulamu ” (QS al-Ahzaab: 5).
2. Anak angkat/anak asuh tidak berhak
mendapatkan warisan dari orang tua yang
mengasuhnya, berbeda dengan kebiasaan di
zaman Jahiliyah yang menganggap anak
angkat seperti anak kandung yang berhak
mendapatkan warisan ketika orang tua
angkatnya meninggal dunia[7] .
3. Anak angkat/anak asuh bukanlah mahram
[8] , sehingga wajib bagi orang tua yang
mengasuhnya maupun anak-anak kandung
mereka untuk memakai hijab yang menutupi
aurat di depan anak tersebut, sebagaimana
ketika mereka di depan orang lain yang bukan
mahram , berbeda dengan kebiasaan di masa
Jahiliyah.
ﻭﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﺑﺎﺭﻙ ﻋﻠﻰ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﻭﺁﻟﻪ
ﻭﺻﺤﺒﻪ ﺃﺟﻤﻌﻴﻦ، ﻭﺁﺧﺮ ﺩﻋﻮﺍﻧﺎ ﺃﻥ ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﺭﺏ
ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

petunjuk arah

 
back to top